Azzahra Safa A - Sehari di Bromo, Selamanya di Hati
Pada bulan
Januari lalu, angkatan Heksadraga pergi ke Surabaya untuk menjalani studi
lapangan selama seminggu. Kami berangkat menggunakan kereta dan menginap di
hotel di Surabaya selama satu malam. Keesokan harinya, kami naik bus ke Kota
Malang. Hal yang paling berkesan ketika studi lapangan ke Surabaya-Malang adalah
ketika kami pergi ke Gunung Bromo. Ini adalah kali pertama bagiku ke gunung
tersebut, sehingga aku sangat bersemangat.
Aku tidak tidur sejak malam sebelumnya padahal kami diharuskan untuk tidur agar
tidak kelelahan di Bromo. Kami berangkat sekitar jam 12 malam menggunakan mobil
Elf yang dibagi menjadi 17 Elf sesuai kelas. Aku ada di Elf nomor 16 bersama
teman-temanku yang lain dari kelas XI
IPS 3. Perjalanan dari hotel menuju kawasan Gunung Bromo memakan waktu tempuh
sekitar 3-4 jam, yang aku gunakan waktunya untuk tidur di Elf.
Sekitar jam
3, aku dibangunkan, ternyata kami sudah sampai di Gunung Bromo. Ketika aku
menjejakkan kaki ke luar Elf, udaranya sangat dingin dan anginnya bertiup
begitu kencang membuatku menggigil kedinginan. Walapun aku sudah mengenakan
sweater dan jaket angkatan yang tebal, tetap tidak bisa menahan dinginnya udara
di Bromo. Dengan badan menggigil, aku mencari jeep 40 yaitu jeep yang akan
kupakai untuk pergi ke tempat-tempat yang ada di sekitar kawasan gunung. Tujuan
pertama adalah melihat sunrise atau matahari terbit. Sebetulnya aku menantikan
momen tersebut, namun sayangnya hujan turun begitu deras. Ketika aku turun dari
jeep, aku berjalan menuju Bukit Cinta dan ternyata turun kabut yang tebal,
sehingga matahari terbitnya tidak terlihat sama sekali. Udaranya dingin dan
lembap, baju dan tasku basah terkena air hujan dan di sekitar terlihat gelap
karena kabut yang menyelimuti. Aku dan teman-temanku kemudian berusaha
menghangatkan diri dengan duduk di warung yang terdapat di sekitar Bukit Cinta.
Aku duduk di dekat tempat arang agar panasnya ikut terasa ke tubuhku, lalu
teman-teman memesan minuman panas seperti teh dan susu, ada pula yang membeli
mie instan untuk mengisi perut.
Setelah melihat
matahari terbit (walaupun mataharinya tertutup kabut) kami bergegas pergi
menuju kawasan berikutnya, yaitu Kawah Bromo. Perjalanan dari Bukit Cinta
menuju kawah cukup lama sehingga aku kembali tertidur di jeep karena malam
sebelumnya aku tidak tidur. Jam 6, kami sampai di kawasan kawah. Tempatnya seperti
padang pasir yang sangat luas dan pasirnya berwarna abu-abu kehitaman. Di sana,
terdapat banyak orang Suku Tengger yang mencari nafkah dengan menjadi joki kuda
untuk mengelilingi kawah. Satu kali naik dihargai 100 ribu rupiah. Lumayan mahal
sebenarnya, tapi banyak teman dan guruku yang mau menaiki kuda sambil
melihat-lihat kawah. Aku sendiri memilih untuk berjalan kaki saja bersama
teman-temanku. Kami mengambil banyak foto walaupun langitnya berwarna abu-abu
karena kabut sedari tadi masih tebal, cuaca masih terasa dingin dan langitnya
gelap, tidak cerah berwarna biru. Akhirnya kami mengambil foto dengan gaya
duduk di atas jeep.
Karena lelah
berjalan-jalan, aku, Asoka dan Brian memutuskan untuk beristirahat sebentar
sambil mengerjakan tugas Bahasa Inggris yaitu mewawancarai salah satu orang
Suku Tengger mengenai pekerjaannya sehari-hari sebagai joki kuda. Lumayan bisa
mengerjakan satu tugas kelompok.
Selepas dari
Kawah Bromo, kami menuju Bukit Teletubbies. Perjalanan dari kawah ke bukit
tidak begitu lama, namun memacu adrenalin karena jalannya yang penuh dengan
lubang, tidak rata dan berlumpur. Ditambah dengan supir jeep yang mengemudi
dengan kecepatan tinggi sehingga kami merasa seperti sedang mengendarai mobil off-road.
Kami terguncang-guncang di dalam jeep sehingga aku tidak bisa menahan pipis
karena mobil terus berguncang. Sesampainya di Bukit Teletubbies, hal yang
pertama aku lakukan adalah mencari toilet.
Bukit
Teletubbies terdiri atas barisan bukit-bukit savana yang berwarna hijau dan
begitu indah. Awan-awan tipis berarak menutupi puncak bukit yang berbaris
panjang dengan langit yang mulai membiru. Pemandangan disini terlihat lebih
bagus dibandingkan dengan sebelumnya di kawah. Aku begitu menyukai pemandangan
disini dan langsung mengambil banyak foto dengan latar belakang rerumputan
hijau yang membuatku merasa seperti benar-benar berada di dalam film
Teletubbies. Cuaca di bukit inipun tidak sedingin di kawah karena waktu sudah
lebih siang dan matahari mulai bersinar. Hasilnya, foto-foto yang didapat di
Bukit Teletubbies lebih bagus dan cerah. Intinya, Bukit Teletubbies adalah
tempat kesukaanku dari semua tempat di kawasan Gunung Bromo ini.
Sayangnya,waktu
kami di bukit ini tidak selama ketika di kawah. Padahal selain aku, banyak
teman-temanku yang masih ingin berfoto-foto. Akhirnya kami menuju kawasan
terakhir yaitu Pasir Berbisik. Sama seperti kawah, Pasir Berbisik merupakan
sebuah padang pasir yang luas dengan latar belakang gunung. Tempat ini
mendapatkan namanya setelah menjadi latar film terkenal berjudul sama. Tempat ini
juga menarik karena latar gunungnya yang bergaris-garis sehingga unik. Lagi-lagi,
kami disambut cuaca berangin dan hanya bisa berfoto-foto sebentar saja disini,
karena waktu sudah menunjukkan pukul 10 pagi dan kami harus kembali ke bawah
gunung tempat memarkir Elf.
Sudah semua
tempat kami kunjungi, akhirnya kami harus kembali pulang. Sepanjang perjalanan
turun, aku begitu lelah sehingga hanya tertidur saja di jeep sebelum akhirnya
sampai di tempat parker Elf. Akupun turun dan sempat diberi sate oleh temanku
yang menurutku enak, tapi aku lupa sate apa namanya.
Akupun kembali
bergabung dengan teman-teman kelas XI IPS 3 dan bersiap turun dari Gunung Bromo.
Ketika aku pulang dan sedang melihat foto-foto di handphone, semuanya sangat
bagus dan aku bersyukur mendapat kesempatan mengunjungi gunung ini. Secara keseluruhan,
aku sangat menikmati pengalaman pertamaku pergi ke gunung ini. Walaupun kami tidak melihat sunrise, kehujanan dan kedinginan, tetapi kehadiran teman-teman membuatku melupakan semua itu dan membuat perasaanku menjadi berkali-kali lipat lebih bahagia.
Komentar
Posting Komentar