Mohamad Hasan - Tank Saksi Sejarah
Pada
kesempatan kali ini penulis akan membagikan cerita penulis saat mengunjungi
museum untuk tugas sejarah indonesia kelas XI SMA Labschool Kebayoran.Museum
yang penulis kunjungi adalah Museum POLRI. Museum POLRI (Kepolisian Negara
Republik Indonesia) diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang
Yudoyono pada 1 juli tahun 2009 silam. Museum ini dibangun atas inisiatif yang
dicetuskan Kapolri Jendral Polisi Bambang Hendarso Danuri yang bertujuan, melestarikan
nilai-nilai kesejarahan kepada pewarisannya di generasi mendatang. Dan agar,
masyarakat umum dapat melihat dan mengetahui sejarah serta asal-usul tentang
Kepolisian di negara kita. Museum Polri merupakan museum yang memperlihatkan perjalanan panjang
Kepolisian Negara Republik Indonesia kepada masyarakat, di dalam tugasnya
sebagai pelindung serta penjaga ketertiban di dalam masyarakat, dan juga
sebagai kekuatan perang dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Museum ini
terletak di Jalan Trunojoyo No. 3 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Sebelum
memasuki museum, terdapat patung Bapak Kepolisian Republik Indonesia, R. S.
Soekanto Tjokrodiatmodjo dan beberapa kendaraan seperti tank dan helikopter.
Selain itu, penulis berkesempatan untuk berkeliling dan melihat dulu dari luar
bentuk bangunan dan beberapa senjata yang dipajang di luar. Setelah melewati
pintu masuk, para pengunjung dapat melihat meja informasi untuk pengunjung dan
mendapat brosur museum. Peraturan di dalam museum Polri sama halnya dengan
museum – museum lain, tetapi di museum ini pengunjung diminta untuk menaruh tas
dan barang bawaan mereka ke dalam loker yang telah disediakan, dengan catatan
barang berharga seperti dompet dan telfon genggam di bawa.
Di
lantai dasar, terdapat diorama dan koleksi senjata yang digunakan kepolisian
pada zaman dahulu dalam menjaga
kedaulatan RI. Ruangannya pun dibagi menjadi dua sekat. Di sebelah kiri
terdapat koleksi foto-foto pengabdian kepolisian dari masa ke masa. Di lantai
satu pun terdapat hall of fame, yang menggambarkan tokoh-tokoh kepolisian di
RI. Di sini juga terdapat koleksi alat-alat komunikasi dan investigasi yang dulu dipakai oleh
kepolisian untuk menjalankan operasinya, terdapat handie talkie, radio
transmitter, dsb.
Lantai
selanjutnya, terdapat berbagai jenis senjata yang ditampilkan pada masa-mas
kepolisian awal dalam mempetahankan kemerdekaan. Dipjang berbagai jenis senjata
mulai dari pedang, laras pendek, laras panjang, hingga senjata berat. Di lantai
dua, penulis mendapatkan ruang “Penegakan Hukum” yang berisi tentang penanganan
masalah kejahatan yang terjadi di zaman modern. Pada dindingnya dipajang
panduan seragam kepolisian RI. Di sebelahnya terdapat kegiatan-kegiatan
kepolisian di masa modern dan juga alat-alatnya. Di lantai ini juga terdapat
ruangan Simbol Kepolisian yang berisi berbagai macam-macam atribut dan hal-hal
yang berhubungan dengan kepolisian seperti topi, tanda pangkat, Hymne Polri,
lambang polri, lambang kepolisian daerah dan beberapa contoh foto pakaian
seragam yang dikenakan oleh polisi Indonesia. Terkahir terdapat ruang ialah
LABFOR (Laboratorium Forensik) dan Identifikasi dimana ruangan ini berisi
penjelasan & tata cara kepolisian melakukan identifikasi terhadap korban
dan pelaku kejahatan baik pembunuhan, kecelakaan lalu-lintas maupun terorisme. Selanjutnya
lantai paling atas, penulis melihat ruangan penanganan kasus khusus oleh Densus
88. Ruangan Detasemen 88 yaitu detasemen khusus polri yang menangani
penanggulangan terorisme. Pasukan ini dilatih secara khusus untuk menangani
segala macam teror, termasuk teror bom. Di ruangan ini terdapat berbagai macam
hal-hal yang berhubungan dengan kasus yang ditangani oleh detasemen ini
diantaranya Bom Bali 1 dan 2, Bom
kedubes Australia, Bom J.W Marriot dan lain-lain. Di ruangan ini juga ada
berbagai macam barang bukti yang dikumpulkan oleh detasmen ini diantaranya
beberapa serpihan Bom, Saklar rekayasa mekanik, Maket TKP bom bali 1 dan
lain-lain.
Dari
sekian banyak hal yang ada di Museum POLRI tetapi ada satu hal yang memikat
penulis untuk mencari tahu lebih lanjut. Itu adalah Tank Panser jenis M-8 yang
berada saat sebelum masuk berada di halaman depan Museum POLRI.
Panser
M8 atau nama yang lebih populernya yaitu dengan sebutan M8 Greyhound adalah tank
yang diproduksi di Amerika oleh perusahaan Ford.Awalnya dibuat untuk memenuhi
kebutuhan panser sebagai tank destroyer.
Tank
yang memiliki kapasitas untuk empat orang awak ini menggunakan mesin besin
Hercules JDX berkekuatan 110 tenaga kuda dengan enam silinder dan kapasitas
sebesar 5.244 cc. Mesin dengan tipe ini juga digunakan oleh ranpur intai Scout
Car M3A1 dengan kapasitas bahan bakar 11 liter dengan tingkat konsumsi sebanyak
10 kilometer per 3,7 liter. Empat orang awak tersebut beroperasi dengan
konfigurasi sepasang awak di depan sebagai pengemudi dan pembantu pengemudi.
Kedua awak lainnya berada di dalam kubah. Apabila awak ingin melihat keadaan di
luar, tersedia dua fasilitas yakni celah intai (direct vision slot) dan
protetoskop dilengkapi kaca anti peluru. Tank ini memiliki kecepatan maksimum
yaitu 88 km/jam dengan jarak tempuh 863 km.
Sebagai tank yang banyak di gunakan di medan yang cukup berat, tentunya
tank ini dilengkapi oleh berbagai macam senjata seperti sepucuk meriam M6
kaliber 37mm yang terletak pada kubah panser dan senapan mesin Browning M1919
A4 kaliber 0,30 inchi atau 7,62 milimeter yang dipasang sejajar dengan meriam
M6. Senapan mesin Browning ini merupakan senjata yang juga digunakan oleh
tentara Amerika Serikat di Perang Dunia Pertama, Perang Dunia Kedua, Perang di
Korea dan juga Perang di Vietnam. Selain itu, masih ada sepucuk senapan mesin
berat Browning M2HB Kaliber 0,60.
Senjata jenis ini, dioperasikan dengan cara menginjakkan kaki pada
pedal. Letak senapan yang ada pada tank ini dapat dibuah sesuai dengan
keperluan bantuan tembakan pasukan infanteri. Tank yang ada di Museum Polri
adalah tank generasi pertama, sehingga kubah tank ini masih menggunakan sistem
putar satu percepatan. Senjata yang ada di panser ini merupakan senjata yang
cukup unik. Salah satunya adalah meriam M6 yang hanya dapat membawa 16 butir
peluru. Tetapi, karena kewajibannya untuk membawa dua radio komunikasi, terjadi
modifikasi pada hal amunisi. Modifikasi ini terjadi pada jarak tembak meriam M6
yang dapat mencapai 11 meter dengan kecepatan luncur yang dapat mencapai 883
meter perdetik. Sudutnya memiliki range -10 derajat sampai 20 derajat. . Namun,
dengan bertambahnya zaman, dapat dikatakan meriam tipe 37 mm sudah tidak
mumpuni lagi sebagai persenjataan kendaraan yang dirancang sebagai tank
destroyer. Akhirnya diputuskan bahwa M8 Greyhound bukanlah lagi untuk keperluan
tersebut. Namun lebih kepada kendaraan intai dan fire support secara terbatas.
M8 hanya mampu menghadapi kendaraan lapis baja ringan.
Tank
Panser M-8 ini merupakan salah satu kendaraan yang memiliki sejarah cukup
panjang dalam perjalanan Indonesia. Tank ini digunakan pada tahun 1952 untuk
memperkuat Brimob Polri ketika terjadi pengepungan di istana, Tank Panser M8
ini menunjukkan bahwa Polisi Republik Indonesia juga dapat melakukan show of
force. Selain digunakan saat pengepungan istana, panser ini digunakan pada
tahun 1961 untuk membantu menumpas pemberontakan DI/TII di Jawa Barat.
Pemberontakan yang bertujuan untuk mendirikan Negara Islam di Indonesia ini
terjadi di berbagai daerah di Indonesia dengan pemimpin yang berbeda-beda.
Namun, pemimpin pemberontakan DI/TII yang ditumpas oleh M8 ini ialah Sekarmaji
Marijan Kartosuwiryo. Sejak perjanjian Renville ditandatangani pada tanggal 8
Desember 1947, pasukan TNI harus meninggalkan wilayah Jawa Barat dan hijrah ke
Jawa Tengah. Pasukan Hisbullah dan Sabilillah yang dipimpin oleh Kartosuwiryo
membentuk Gerakan Darul Islam dan seluruh pasukannya dijadikan Tentara Islam
Indonesia, dengan markas besar yang berdiri di Gunung Cepu. Pada tanggal 7
Agustus 1949, Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo ini memproklamasikan Negara Islam
Indonesia (NII). Yang dilakukan Kartosuwiryo tersebut merupakan penyimpangan
dari cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan merupakan pemberontakan
terhadap pemerintah negara RI yang sah.
Tujuan
awalnya, untuk meredam pemberontakan DI/TII tersebut pemerintah Republik
Indonesia menempuh cara damai yaitu pendekatan persuasive. Akan tetapi, setelah
merasa bahwa pendekatan persuasive yang dilakukan pemerintah (musyawarah
mufakat) tidak berhasil, pemerintah memutuskan untuk menggunakan cara tegas
yaitu operasi militer tahun 1960 yaitu Operasi Pagar Betis di Gunung Geber.
Menghadapi serangan tersebut, pasukan Kartosuwiryo semakin terdesak dan lemah
sehingga banyak yang menyerah. Akhirnya pada tanggal 4 Juli 1962, Kartosuwiryo
tertangkap dan dijatuhkan hukuman mati.
Selain
itu tank ini juga berperan satu tahun kemudian saat melakukan pengamanan
peristiwa 10 Mei 1963 di Bandung yaitu demonstrasi mahasiswa anti komunis dan
kerusuhan anti Tionghoa yang menyakiti sebagian kalangan mahasiswa dan warga
Bandung. Tragedi pada tanggal 10 Mei tahun 1963 yang berlokasi di Bandung ini
kenal sebagai tragedi yang bernuansa realis. Peristiwa kerusuhan yang
menjadikan warga etnis Tionghoa Bandung sebagai sasaran tersebut berawal dari
konflik antara ‘geng’ yang beranggotakan mahasiswa etnis Tionghoa dan geng
mahasiswa non Tionghoa di kampus Institut Teknologi Bandung (ITB). Konflik ini
dipicu oleh persaingan memperebutkan
bangku kuliah ketika tiba saat pergantian jam mata kuliah.
Panser M-8 ini kembali berperan pada tahun 1965 untuk melawan
pemberontakan G30/SPKI atau peristiwa pengkhianatan terhadap Bangsa Indonesia
yang menimbulkan coretan kelam.
Tanpa kita sadari sebenarnya banyak
sekali aset-aset sejarah yang masih belum kita lihat dan sebenarnya tidak jauh
dari tempat tinggal. Maka dari itu dengan tulisan ini mudah-mudahan para
pembaca dapat bertambah minatnya untuk mengunjungi museum dan dapat memngingat
kembali jasa-jasa para pahlawan serta mengambil hikmahnya dari peristiwa yang
sudah terjadi dahulu.
Komentar
Posting Komentar