Muhammad Zaki Ilham Eldiju - Penaklukan Bromo
Studi
lapangan adalah sebuah program wajib SMA Labschool Kebayoran dimana setiap
siswa dan siswi kelas XI(sebelas) pergi ke suatu daerah di Indonesia untuk menjalankan
beberapa tugas dari beberapa mata pelajaran. Kami pergi menggunakan kereta
selama kurang lebih 12 jam, dan pulang
menggunakan pesawat selama kurang lebih 1 jam 40 menit. Pengalaman mengesankan
saat studi lapangan untuk saya adalah saat menaiki Bromo. Saat itu kami
seangkatan dibangunkan jam 11 malam untuk bersiap dan pukul setengah dua belas
malam, kami semua pergi menggunakan elf untuk ke bromo. Tujuan berangkat tengah
mala mini adalah agar kami bisa melihat sunrise di puncak bromo. Saat itu,
semua orang berpakaian serba tebal. Sedangkan saya hanya berpakain kaos
dilapisi jaket angkatan Heksadraga, celana jogger, dan sandal gunung. Menurut
saya, saat itu musim hujan, dan kemungkinan hujan pun besar, jadi saat di Bromo
nanti memang saya akan sedikit kedinginan, tapi itu tidak masalah, karena tubuh
saya akan segera beradaptasi dengan dinginnya. Tapi, yang parah adalah apabila
beneran terjadi hujan. Maka baju yang berlapis-lapis tidak berguna jika lembab,
malah akan membuat semakin kedinginan. Oleh karena itulah saya memakai setelan
baju simpel ini agar tetap bisa leluasa bergerak dan jika hujan, akan tidak
terlalu kedinginan dan cepat kering.
Masuk
di elf, saya duduk paling pojok karena saya masuk duluan. Di sebelah saya ada
Zia dan MM. di elf, kami diberi ‘sarapan’ berupa box makanan yang berisi
croissant,butter,roti,keju,pisang,dan segelas air mineral. Saya pun memakan
sarapan itu dengan lahap sampai habis dengan tujuan agar pencernaan saya
bekerja dan mengurangi rasa dingin saat di Bromo nanti. Setelah makan, saya
langsung mengusahakan diri untuk tidur. Akhirnya saya pun tertidur. Saat
bangun, kami sudah sampai di tempat untuk ‘transit’ naik jeep. Saya pun langsung
mencari jeep yang kosong dan menaiki nya. Setelah naik jeep, kami diturunkan di
tempat batas jeep berada. Setelah itu, saya pergi jalan sekitar satu kilo. Di atas
adalah tempat yg bernama Bukit Cinta. Saya pun naik ke atas untuk melihat
sunrise. Ternyata dugaan saya benar. Saat itu hujan mendung, dan sunrise tidak
bisa terlihat sama sekali. Kami bangun pagi, terkantuk-kantuk demi melihat
sunrise, semua itu sia-sia dikarenakan cuaca yang sedang tidak mendukung.
Setelah
sekitar dua jam berfoto ria di bukit cinta, saya pun turun untuk kembali naik
ke jeep untuk pergi ke puncak Bromo yang sebenarnya. Setelah naik jeep kurang
lebih sepuluh menit, akhirnya kami sampai di suatu padang pasir hitam yang luas
dan penuh kabut dengan jarak pandang kurang lebih 100 meter dikarenakan kabut
yang sangat tebal. Karena kebelet pipis, saat tutun saya langsung mencari
toilet untuk buang air kecil. Setelah buang air kecil, saya langsung berjalan
menuju tangga yg ke puncak. Ada beberapa yang menawarkan saya kuda, tapi saya
tidak ingin karena menurut saya kurang seru dan greget kalo naik kuda. Saya pun
berjalan cukup jauh dari tempat jeep parker. Di medan jalan itu, dipenuhi tinja
kuda yang berwarna hijau. Saya harus ekstra hati-hati agar tidak menginjaknya
dan mengingat saya pakai sandal, bisa saja kotoran itu mengenai kaki saya. Saya
pun terus berjalan bersama beberapa teman saya. Akhirnya saya pun sampai di
tangga yang menuju ke puncak Bromo. Saya pun naik tangga tersebut. Setelah naik
kurang lebih 200 anak tangga, akhirnya saya sampai di puncak Bromo saya bangga
tapi tidak terlalu. Bangga karena berhasil menaklukan satu gunung, tapi tidak
terlalu bangga karena tidak greget jika mendaki gunung menggunakan anak tangga
seperti itu. Sesampainya di atas, pemandangannya tidak begitu terlihat
dikarenakan kabut yang sangat tebal. Tapi saat di atas, ada sesuatu yang
mengecewakan saya. Yaitu ada banyak sampah yang berceceran di kawah bromo.
Sampah sampah plastik itu sungguh tidak sedap dipandang mata. Keindahan alam
harus terkotori oleh sampah-sampah orang yang tidak bertanggung jawab. Di atas,
saya berfoto ria. Setelah puas, kami pun turun. Karena merasa kedinginan, saya
pun menetapkan untuk melepas jaket saya yang sudah lembab, dan hanya memakai
kaos hitam polos saya. Saya pun turun bersama teman-teman saya. Beberapa teman
saya ada yang memilih naik kuda untuk kembali ke jeep. Saya tidak, karena saya
ingin menikmati perjalanan ini. Langkah demi langkah saya ambil dengan
hati-hati karena saya tidak ingin menginjak kotoran kuda yang berceceran
dimana-mana. Sesampainya di tempat jeep parkir, saya mencari toilet dahulu
untuk buang air kecil(lagi). Mungkin karena dingin, jadi banyak buang air
kecil. Setelah buang air kecil, saya langsung naik ke jeep yang kosong. Rupanya
saya termasuk orang yang paling belakangan pergi karena saya naik sampai ke
puncak. Teman-teman saya yang lain sudah duluan pergi ke bukit teletubbies.
Setelah sekitar sepuluh menit menaiki jeep, saya pun akhirnya sampai di bukit
teletubbies. Pemandangan disana sangat sangat bagus. Ada lembah yang di atasnya
ada kabut, padang rumput, bukit-bukit, dan lain-lain. Mungkin pemandangan disana
sudah bisa disamakn dengan pemandangan di pegunungan swiss yang sering kita
lihat di film. Saya pun berfoto-foto disana. Saat saya ingin naik ke tempat
yang lebih tinggi, Pak Joko meniup peluit dan melarangnya. Alasannya adalah itu
sudah off-side. Setelah puas dengan pemandangan di Bukit Teletubbies, Kami
melanjutkan perjalanan ke Pasir Bisik, katanya pasir di daerah itu bisa ‘berbisik’
saat musim kemarau, sayangnya saat itu sedang musim hujan. Pasir berbisik itu disebabkan oleh gesekan angin yang berhembus,
sehingga terdengar seperti suara bisikan orang. Pemandangan disana juga tidak
kalah bagus dengan Bukit Teletubbies. Ada bukit-bukit batu yang berjejer,
lautan pasir yang sangat luas, dan tentu saja kabut yang masih saja rendah
karena cuaca yang mendung. Setelah kunjungan ke Bromo itu, saya jadi menyadari
bahwa Indonesia sangat kaya dengan daya tarik wisata yang sangat besar.
Tempat-tempat wisata Indonesia tidak kalah dengan tempat-tempat wisata di luar
negeri.
Cerita yang menarik , dengan membacanya sudah terbayangkan keindahan Bromo dan membuat saya ingin menaklukannya juga - M. Gifta Utomo, SMA Negeri 34 Jakarta
BalasHapus