Mohamad Hasan - Sekolah Gratis

Mohamad Hasan XI IPS 3
            Minggu lalu tepatnya 22-27 Januari angkatan Heksadraga SMA Labschool Kebayoran mlakukan studi lapangan. Studi lapangan adalah salah satu kegiatan dimana melakukan pembelajaran tetapi tidak di dalam kelas tetapi langsung mengunjungi objek nya. Saat itu aku melakukan studi lapangan di kota Surabaya, Malang, dan Batu.
            Banyak sekali tempat-tempat menarik yang aku kunjungi saat studi lapangan. Mulai dari berkunjung ke sarana pendidikan seperti universitas negeri ternama hingga ke museum. Diantara hal-hal menarik itu ada satu pengalaman yang tidak bisa aku lupakan dan melekat terus. Hal itu terjadi ketika aku mengunjungi salah satu sekolah swasta gratis di Kota Batu yaitu SMAS Selamat Pagi Indonesia. Awalnya aku pikir buat apa kita harus ke sekolah itu paling hanya "gabut" saja bahasa milenial nya. Ternyata itu semua sirna ketika rombongan bus angkatan Heksadraga tiba di sekolah ini. Siswa-siswi disini sangat ramah dalam menyambut tamu dan yang membuat aku terpukau adalah bangunan sekolahnya yang besar seperti Universal Studios Singapore. Ketika masuk melewati beberapa tempat aku disapa oleh murid disini layaknya tidak seperti pertemuan murid antar sekolah yang berbeda. Setelah masuk aku pun mendengarkan kepala sekolah dari SMAS Selamat Pagi Indonesia memberi pidato. Disaat itu aku terkejut karena berdasarkan cerita dari sang ibu kepala sekolah bahwa murid-murid disini berasal dari berbagai penjuru Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Hal itu membuat aku terharu dikarenakan ternyata sekolah ini diperuntukan untuk anak yang sudah tidak mempunyai orang tua atau anak yatim piatu. Betapa mulia nya orang yang mendirikan sekolah ini dnegan memberikan dana gratis, tempat tinggal serta pendidikan yang mumpuni.
            Pemilik sekolah ini yaitu bapak Julianto Eka Putra. Menurut cerita dia awal nya mendirikan sekolah ini agar anak yang tidak mampu itu bisa mendapatkan pendidikan lalu setelah keluar bisa kerja. Ternyata saat angakatan pertama lulus banyak sekali siswa-siswi yang tidak ingin keluar dari sekolah ini atau masih ingin tinggal disini. Sang kepala sekolah pun membuat survey dan hasilnya bahwa 60% siswa-siswi masih ingin tinggal disini dikarenakan mereka bingung setelah keluar dari sekolah ini mau tinggal dengan siapa karena mayoritas anak disini sudah tidak punya siapa-siapa. Akhirnya sang kepala sekolah pun melaporkan kepada bapak Julianto Eka Putra perihal ini. Tak disangka bapak Julianto Eka Putra membiarkan mereka tinggal dan malah memberikan mereka solusi yaitu dengan mengajari mereka menjadi enterpreneur. Sekolah ini pun akhirnya memberika pengarahan cara-cara untuk menjadi enterpreneur sejak kelas 10. Sang ibu kepala sekolah pun membiarkan anak-anak ini mengembangkan kreativitas dan pemikiranya sehingga menghasil cetusan produk pertama yaitu Choco Banana. Mereka membuat itu berawal dari anak-anak yang ingin membuat keripik pisang saja tetapi Bapak Julianto Eka Putra pun mengajarkan bagaimana keripik pisang yang awalnya 1 kg seharga 16 ribu bisa menjadi 1 bungkus kecil seharga 30 ribu dengan menambahkan rasa serta kemasan yang sangat menarik. Akhirnya para siswa-siswi pun membuat sesuai arahan dari bapak Julianto Eka Putra. Hasilnya pun Choco Banana itu pun terjual laris ke pasaran dengan peminat yang banyak hingga orang dari berbagai daerah pun memesan produk itu. Setelah keberhasilan pertama para siswa-siswi pun membuat terobosan baru dengan percobaan berbagai produk baru. Tak lama akhirnya bapak Julianto Eka Putra pun berpikiran untuk membuat tempat dimana anak-anak itu bisa mengelola atau mengatur barang-barang itu di tempat yang lebih kondusif lagi dan tempat itu didirikan dengan nama Transformer Centre. Tempat itu terbagi menjadi 12 bidang mulai dari Food and Beverages, Permainan, Pertunjukan, dan lain-lain. Aku sangat kagum bagaimana semua yang berawal dari kripik pisang yang dibaluri coklat bisa berkembang menjadi tempat yang bentuk nya sudah seperti theme park ternama di dunia serta menghasilkan pendapatan sebesar 2 miliar per bulan sehingga setahun bisa mendapatkan pendapatan 20 miliar lebih. Salah satu yang membuat aku sangat kagum sekali dimana saat aku berkunjung disuguhi oleh pentas yang sederhana tetapi dikemas dengan sangat menarik pertunjukanya. Mungkin pentas ini hanya bercerita tentang keragaman suku dari seluruh Indonesia tetapi di dalam pertunjukan ini disajikan dalam bentuk yang spektakuler sehingga tidak bosan saat menyaksikanya.

            Salah satu hal yang paling mengharukan disini adalah bagaimana ulet nya para siswa-siswi disini dimana harus melakukan pekerjaan seperti mengurus hotel, membuat makanan, dan lain-lain tetapi di lain sisi mereka harus melakukan pembelajaran serta berprestasi di dalam akademik nya. Pelajaran yang aku ambil dari pengalaman ini adalah bagaimana proses para siswa-siswi ini yang berasal dari berbagai pelosok atau pedalaman Indoenesia yang sanga ketertinggalan serta tertutup bisa berubah menjadi layaknya orang yang proffesional dalam bidang nya dari cara bicara, atitude dan sebagainya. Ini sangat sesuai dengan lambang Transformer Centre dengan lambang kupu-kupunya yang berarti perubahan dari ulat yang tidak menarik sama sekali menjadi kupu-kupu indah yang bisa menarik atau memukau. Setelah dari sini aku belajar bahwa di dunia ini tidak ada segala yang tidak mungkin. Segala sesuatu bisa kita dapatkan asalkan kita mempunyai tekad serta semangat untuk meraih tujuan yang kita capai karena sesungguhnya usaha tidak akan mengkhianati hasil dan sebaliknya seperti itu. Aku pun sangat salut dengan betapa sabarnya ibu kepala sekolah dalam mengasuh para siswa-siswi yang tidak mudah untuk diatur. Di sisi lain aku sangat bersyukur dilahirkan dengan kondisi yang lebih baik dari mereka serta lebih menghargai hal-hal kecil yang kita dapatkan. Sampai kapan pun aku tidak akan melupakan pengalaman ini, mungkin kejadian ini hanya terjadi dengan waktu 4 jam tetapi manfaat atau hal yang bisa aku ambil dari kejadian ini menempel di benakku hingga 4 lustrum atau seterusnya.

Komentar

Postingan Populer