RANIA AFIFAH - KEHIDUPAN R. SOETJIPTO DANOEKOESOEMO
Pada hari Minggu tanggal 25
Januari 2018, saya dan teman saya berkunjung ke Museum POLRI atau yang disebut Museum
Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang terletak di Jl. Trunojoyo No.3,
Selong, Kebayoran Baru, Kota Jakarta Selatan. Museum ini buka setiap hari dari
hari selasa sampai dengan Minggu. Museum ini satu gedung bersama markas besar
kepolisian negara. Museum ini diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono pada tanggal 1 Juli 2009 silam, tepatnya dimana hari ulang tahun
POLRI. Museum Polri dibangun atas inisiatif yang dicetuskan Kapolri Jenderal
Polisi Bambang Hendarso Danuri dengan tujuan melestarikan nilai-nilai
kesejarahan yang telah ada dalam sejarah polri kepada pewarisannya di generasi mendatang. Memasuki
Museum Polri, tidak dikenakan biaya sepeserpun. Untuk memasuki museum tersebut
hanya perlu menjaminkan kartu tanda pengenal dan mengisi biodata di tempat buku
penerima tamu. Museum
ini dijadikan tempat
wisata edukasi mengenai kesejarahan polisi Indonesia serta koleksi-koleksi
armada dan persenjataan serta patung – patung kepolisian. Banyak sekali hal yang bisa kita pelajari dari museum
tersebut. Banyak kali barang – barang yang bersejarah yang telah didiamkan di
museum tersebut. Disana juga banyak patung – patung replika yang menunjukkan
orang – orang bersejarah dalam kesejarahan polri.
Museum POLRI
memiliki tiga lantai, di tiap lantainya mempunyai kekhasan tersendiri. Museum
ini mempunyai beberapa ruangan. Pertama adalah Ruang Koleksi. Dalam ruangan ini
dipamerkan berbagai koleksi peralatan utama dan alat bantu utama Kepolisian
Negara Republik Indonesia dalam menjalankan tugas. Seperti berbagai macam
senjata yang mereka punya. Yang Kedua adalah Ruang Sejarah. Ruangan ini berisi
banyak artikel yang dipasang di dinding yang menjelaskan tentang sejarah
kepolisian yang berjalan di Indonesia. Yang Ketiga adalah Hall of Fame, dibuat
untuk Hall ini didedikasikan kepada para mantan pimpinan Kepolisian Negara
Republik Indonesia dan disajikan gambaran para pemimpin Kepolisian Negara
Republik Indonesia dengan cara kepimpinan yang berbeda, budaya, tradisi,
kebiasaan, peraturan, dan kebijakan senantiasa mempengaruhi dan menjadi seorang
pemimpin menjadi unik dank khas. Yang Keempat adalah Ruang Kepahlawanan. Di
ruangan ini akan diperlihatkan suka duka seorang polisi yang bertugas pada area
– area yang tidak banyak orang mengharapkannya untuk bekerja ditempat tersebut.
Yang kelima adalah Ruang Simbol dan Kesatuan. Dalam ruangan ini disajikan
bermacam pangkat dan lambang kesatuan serta pakaian seragam dan atribut dari
masa ke masa.
Selanjutnya
yang keenam adalah Ruang Penegakan Hukum. Ruangan ini disajikan gambar
bagaimana Kepolisian Negara Republik Indonesia menanggapi setiap kejahatan yang
sangat mengganggu dan merugikan masyarakat. Yang terakhir atau yang ketujuha adalah Ruang Kids
Korner. Ruangan ini diperuntukkan kepada anak – anak yang berkunjung kesana.
Anak-anak akan dibawa dalam alam seakan
mereka menjadi petugas polisi sungguhan, menjadi penyidik atau detektif,
petugas Samapta, petugas patroli. Melakukan pencarian jejak, petunjuk dan
mencoba belajar menjadi seorang penyidik. Anak – anak diperbolehkan untuk
memakai dan memainkan seragam dan mainan yang disediakan disana. Di ruangan
tersebut anak – anak juga bisa belajar. Banyak buku – buku juga yang disediakan
disana.
Dari beberapa banyak
patung replika yang saya jumpai disana dari banyak ruangan yang saya kunjungi,
saya menemui patung dari R. Soetjipto Danoekoesoemo. Beliau adalah seorang Inspektur
Jenderal Polisi dan Menteri / Panglima Angkatan Kepolisian pada tahun 1964
sampai 1965. Beliau menjadi Menteri/ Panglima Angkatan Kepolisian ke-3 di
Indonesia. Soetjipto Danoekoesoemo lahir di Tulungagung, Jawa Timur, 28
Februari 1922. Ia meninggal di Jakarta, pada tahun 1998 pada saat ia berusia 76
tahun. Beliau menjabat menjadi Kepala
Kepolisian Negara Republik Indonesia mulai dari tanggal 30 Desember tahun 1963 sampai dengan 8 Mei tahun 1965,
pada masa ke- Presidenan Ir. Soekarno. Beliau memiliki masa dinas dari tahun 1945
sampai dengan tahun 1965. Beliau memiliki pangkat bintang 4. Di kepolisian
beliau berada di unit Brigade Mobil. Unit Brigadi Mobil Korps Brigade Mobil
atau sering disingkat Brimob adalah kesatuan operasi khusus yang bersifat
paramiliter milik Kepolisian Negara Republik Indonesia. Korps Brimob juga
dikenal sebagai salah satu unit tertua yang ada di dalam organisasi Polri.
Beberapa tugas utamanya adalah penanganan terrorisme domestik, penanganan
kerusuhan, penegakan hukum berisiko tinggi, pencarian dan penyelamatan (SAR),
penyelamatan sandera, dan penjinakan bom (EOD). Korps Brigade Mobil juga
bersifat sebagai komponen besar didalam Polri yang dilatih untuk melaksanakan
tugas-tugas anti-separatis dan anti-pemberontakan, seringkali bersamaan dengan
operasi militer Soetjipto menikah dengan seorang perempuan yang bernama Siti
Kustiah pada tahun 1945 sampai dengan tahun 1950. Beliau adalah sosok yang
menggantikan tempat duduk Soekarno Djodjonegoro. Soetjipto mengehembuskan nafas
terakhirnya di RSPAD Gatot Soebroto pada tahun 1998 dan disemayamkan di Taman
Makam Pahlawan Kalibata. Setelah beliau meninggal, tempat duduknya digantikan
oleh Soetjipto Joedodihardjo pada tanggal 9 Mei 1956.
Di masa kecilnya ia
telah menempuh pendidikannya di HIS, MULO dan SMA-C. Beliau kemudian mengikuti
pendidikan di Kotoka I atau yang berkepanjangan Sekolah Bagian Tinggi
Kepolisian, yang berada di Sukabumi pada tahun 1943. Setelah tamat dengan
pendidikannya, Soetjipto Danoekoesoemo diangkat menjadi Komandan Batalyon
Polisi di Daerah Istimewa Surabaya pada tahun 1945. Setelah menempuh pendidikan
itu, beliau berniat untuk melanjutkan pendidikannya.
Soetjipto kembali
mengikuti pendidikannya di Hersholing Mobrig yang berada di Sukabumi pada tahun
1950. Setelah itu, beliau diangkat menjadi Wakil Koordinator dan Inspektur
Mobile Brigade Polisi di Jawa Timur pada tahun 1951, dan Wakil Koordinator dan
Inspektur Mobrig Polisi di Jawa Tengah pada tahun 1954. Selanjutnya, beliau dikirim
ke Italia untuk memperdalam dalam mempelajari ilmu kepolisian. Pada akhir tahun
1960, beliau ditempatkan sebagai Ajun Komisaris Besar Polisi Kastaf pada Markas
Pimpinan Komandan Mobrig Polisi Pusat.
Pada tahun 1961,
Soetjipto menempuh pendidikan militer kepolisian di Advance Army School, yang
berada di Fort Benning, Amerika Serikat, dilanjutkan dengan pendidikan di Army
Command & General Staff College, Fort Leavenworth, serta beliau mengambil kursus
pertahanan sipil di New York. Sekembalinya ke Indonesia, ia dipromosikan
menjabat Komandan Mobrig Polisi Pusat pada tahun 1962. Dua tahun kemudian,
Soetjipto dilantik menjadi Kepala Kepolisian Negara pada tahun 1964 menggantikan
Jenderal Pol. Soekarno Djojonagoro.
Adapun beberapa peristiwa yang terjadi
selagi beliau menjabat sebagai Kepala Kepolisian Negara yaitu, yang pertama
pada tanggal 15 Maret tahun 1965, Soetjipto menetapkan pemberlakuan KUHP Tentara, HAP Tentara dan KUDT bagi anggota
POLRI. Setelah itu,
pada tanggal 19 Maret tahun 1965 didirikannya Sekolah Staf dan Komando Angkatan
Kepolisian atau yang disingkat SESKOAK. Sekolah tersebut adalah lembaga
pendidikan yang mempunyai visi untuk menjadi seorang anggota kepolisian.
Selama masa jabatannya berlangsung,
Soetjipto memperoleh penghargaan yang jumlahnya bisa terbilang sangat banyak.
Diantaranya yaitu beberapa tanda jasa. Beberapa tanda jasa yang diterimanya
yaitu, yang pertama adalah Bintang Bhayangkara I dan II. Bintang Bhayangkara adalah bintang penghargaan yang dinugerahkan oleh Kepolisian
Negara Republik Indonesia sebagai bintang kepahlawanan untuk anggota kepolisan
yang telah menunjukkan keberanian, kebijaksanaan, dan ketabahan luar biasa
melampaui panggilan kewajiban tanpa merugikan tugas pokok. Yang kedua beliau
memperoleh tanda jasa yang bernama Bintang Dharma, adalah tanda kehormatan yang dianugerahkan kepada anggota TNI yang telah menyumbangkan jasa dan bakti untuk bangsa dan negara melampaui
panggilan kewajiban tugas militer dan juga kepada anggota bukan Angkatan
Bersenjata sebagai penghargaan atas jasa-jasa luar biasa untuk kemajuan dan
pembangunan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Bintang Dharma ini berbentuk
bintang bersudut lima dari logam berwarna perak. Bentuk tanda jasa yang ketiga
adalah Bintang Geriliya, adalah sebuah tanda kehormatan yang dikeluarkan oleh
Presiden Indonesia kepada setiap warga negara RI yang menunjukkan keberanian,
kebijaksanaan, dan kesetiaan yang luar biasa dalam mempertahankan republik semasa
revolusi antara tahun 1945 sampai dengan tahun 1950, terutama saat Agresi
Militer Belanda I pada saat tanggal 20 Juni 1947 sampai dengan tanggal 22
Februari 1948 dan Agresi Militer Belanda II pada tanggal 18 Desember 1948
sampai dengan tanggal 27 Desember 1949. Para pahlawan yang menerima
bintang gerilya dapat hak untuk
dimakamkan di makam pahlawan. Selain dari bintang yang beliau dapatkan, beliau
juga mendapatkan tanda jasa yang bernama Satya lencana atau yang berkepanjangan
Satyalancana Karya Satya, adalah sebuah tanda penghargaan yang diberikan kepada
pegawai negeri sipil yang telah berbakti selama 10 atau 20 atau 30 tahun lebih
secara terus menerus dengan menunjukkan kecakapan, kedisiplinan, kesetian dan
pengabdian sehingga dapat dijadikan teladan bagi setiap pegawai lainnya.
Satyalancana Karya Satya dibagi dalam tiga kelas, yaitu Satyalancana Karya
Satya 10 Tahun, Satyalancana Karya Satya 20 Tahun, dan Satyalancana Karya Satya
30 Tahun. Satya LencanaPanca Warna
II, Satya Lencana Dasa Warsa, Satya Lencana Yana Utama, Satya Lencana Karya
Bhakti, Satya Lencana, Perang Kemerdekaan (I dan II), Satya Lencana GOM (I
sampai V), Satya Lencana Veteran RI. Selain itu beliau terlibat dalam The Order
of Merit 3rd Class dari Republik Arab Bersatu pada tahun 1961. Soetjipto
Danoekoesoemo tentunya mempunya kepimpinan yang unggul, maka dari itu beliau
bisa erpilih menjadi petinggi di Kepolisian Republik Indoesia. Jasa – jasanya
pun patut di ingat.
Komentar
Posting Komentar