NABIILAH RONAA S. - Tokubetsu Keisatsutai: Cikal Bakal Brimob
Korps Brigade Mobil atau sering disingkat
Brimob adalah kesatuan operasi khusus yang bersifat paramiliter milik
Kepolisian Negara Republik Indonesia. Korps Brimob juga dikenal sebagai salah
satu unit tertua yang ada di dalam organisasi Polri. Beberapa tugas utamanya
adalah penanganan terrorisme domestik, penanganan kerusuhan, penegakan hukum
berisiko tinggi, pencarian dan penyelamatan, penyelamatan sandera, dan
penjinakan bom. Korps Brigade Mobil juga bersifat sebagai komponen besar
didalam Polri yang dilatih untuk melaksanakan tugas-tugas anti-separatis dan
anti-pemberontakan, seringkali bersamaan dengan operasi militer.
Korps
Brimob terdiri dari 2 (dua) cabang yaitu Gegana dan Pelopor. Gegana bertugas
untuk melaksanakan tugas-tugas operasi kepolisian khusus yang lebih spesifik. Pelopor
bertugas untuk melaksanakan tugas-tugas operasi kepolisian khusus yang lebih
luas dan bersifat Paramiliter. Pada umumnya, kedua cabang ini sama-sama
mempunyai kemampuan taktikal sebagai unit kepolisian khusus. Setiap Polda di
Indonesia mempunyai kesatuan Brimob masing-masing.
Brimob
pertama-tama terbentuk dengan nama Tokubetsu Keisatsutai atau Pasukan Polisi
Istimewa. Tokkeitai 特警 隊
kependekan dari Tokubetsu Keisatsutai, adalah polisi militer Imperial Jepang. Setara
dengan Kempeitai Angkatan Darat Kekaisaran Jepang. Tokkeitai sendiri juga
merupakan layanan kepolisian militer terkecil. Tokkeitai pada aslinya bertugas
di General Affairs Section yang hanya mementingkan bagian polisi dan personil
yang bekerja di dalam AL, hal yang diperhatikan antara lain adalah personil,
disiplin dan catatan.
Tokkeitai
memiliki peranan yang lebih aktif dibandingkan Kempeitai. Hal ini bertujuan
untuk menjaga Kempeitai dan AD dari campur tangan, dalam urusan Angkatan Laut. Walaupun
secara ukuran, Tokketai lebih kecil dan mereka bersifat relatif lebih tenang
daripada saingannya, namun secara kekuatan mereka tak kalah saing dengan Kempeitai.
Tokkeitai sangat aktif di wilayah Pasifik Selatan dan Wilayah Pengendalian AL.
Tokkeitai memiliki peran komisaris yang sama dalam kaitannya dengan musuh
eksterior atau orang-orang yang mencurigakan, dan ia melihat unit di dalam
untuk kemungkinan pembelot atau pengkhianat berdasarkan doktrin keamanan
Kikosaku.
Tokkeitai
melekat ke unit angkatan laut dan mereka berfungsi sebagai polisi kolonial di beberapa daerah
Pasifik yang dijadikan daerah pendudukan. Selain tanggung jawab nya sebagai polisi,
Tokkeitai juga dijadikan sebagai cabang operasi dari Biro Layanan Rahasia AL
Kekaisaran Jepang 情報 局
Jōhō-kyoku. Mereka bertanggung jawab untuk memulihkan dan menganalisis
informasi yang akan digunakan untuk pelaksanaan operasi menyamar dan spionase. Menjelang
akhirnya, para anggota Tokkeitai juga memberikan keamanan lokal di dekat
pangkalan-pangkalan angkatan laut. Pada minggu-minggu terakhir Perang Pasifik, Tokketai
merupakan salah satu di antara unit keamanan yang disiapkan untuk pertempuran
melawan ancaman invasi ke Jepang dari tentara-tentara Sekutu yang semakin
mendekati Negara Bunga Sakura itu.
Pada
periode tahun 1943–1944 merupakan masa pembentukan berbagai organisasi atau
barisan militer. Itu semua dilakukan pemerintah militer Jepang karena posisinya
kian terjepit baik dari dalam daerah penduduk maupun dari kancah perang Asia
Timur Raya. Pemerintah militer Jepang menginginkan adanya tenaga cadangan yang
dapat digerakkan dengan cepat dan memiliki mobilitas yang tinggi. Jika keadaan
memerlukan cadangan polisi ini dapat berperan sebagai tenaga tempur. Inilah
salah satu alasan dibetuknya Pasukan Polisi Istimewa pada April 1944 di
Indonesia.
Anggotanya sendiri terdiri dari para Polisi Muda serta Pemuda Polisi.
Tokkeitai didirikan di setiap keresidenan di seluruh Jawa-Madura dengan
fasilitas persenjataan lebih lengkap daripada Polisi Umum. Para calon anggota
Tokkeitai diberikan tempat tinggal di dalam sebuah asrama serta memperoleh
pendidikan dan latihan kemiliteran dari tentara Jepang. Maka dari itu, tidak
berlebihan bila dikatakan bahwa anggota Tokkeitai adalah pasukan yang terlatih,
berdisiplin tinggi, terorganisasi dengan rapi dan memiliki persenjataan yang
cukup baik. Dalam setiap keresidenan wilayah Jawa-Madura pada akhir tahun 1944
telah dibentuk Tokkeitai dengan kekuatan satu kompi yang beranggotakan 60
sampai 200 orang, tergantung pada situasi wilayah kompi tersebut berada di
bawah kekuasaan Polisi Keresidenan, umumnya Komandan Kompi berpangkat Itto
Keibu (Letnan Satu).
Ketika Jepang menyerah kalah kepada sekutu dan kemudian Indonesia
memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, pada saat itu
pula ‘masa penggemblengan’ Tokkeitai telah cukup. Bersama-sama dengan rakyat
dan berbagai kesatuan lainnya, anggota Tokubetsu Keisatsutai telah bahu-membahu
ikut merebut dan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Tidak lama
setelah Proklamasi Kemerdekaan, pada tanggal 21 Agustus 1945, Komandan Satuan
Polisi Khusus Jawa Timur, Inspektur Polisi M. Jasin (Komandan Syu Keisatsutai),
mengatasnamakan seluruh warga Polisi mengeluarkan pernyataan bahwa sejak saat
itu sebutan Polisi harus diartikan sebagai Polisi Republik Indonesia. Sejak
saat itu Pimpinan Polisi Sidokan Takata dan Fuku Sidokan Nishimoto dikucilkan.
Semua
anggota Polisi Istimewa diperintahkan oleh Inspektur Polisi Tk I M. Jasin untuk
tidak menyerahkan senjatanya kepada siapapun. Polisi Istimewa pada hari itu
berparade di jalan-jalan Surabaya dan memperoleh dukungan luas dari penduduk
lokal. Polisi khusus ini juga bertugas mendistribusikan senjata yang diperoleh
dari tentara Jepang untuk digunakan dalam perang melawan kembalinya tentara
Belanda dan tentara sekutu. Dalam pertempuran yang terkenal di Surabaya,
satuan-satuan dari wilayah Madiun, Bondowoso, Malang dan Lamongan datang untuk
mendukung satuan Surabaya. Di seluruh Jawa, Satuan Polisi Khusus terlibat dalam
aksi penolakan terhadap Belanda dan pasukan sekutu. Hal ini kemudian memberi
legimitasi yang kuat serta identitas nasionalis para Satuan Polisi Khusus di
tahun–tahun berikutnya.
Dalam
usaha penyempurnaan Pasukan Polisi Istimewa, ketika itu masih terdapat banyak
sebutan seperti Polisi Istimewa, Pasukan Polisi Istimewa atau Barisan Polisi
Istimewa. Maka, pada saat itu Komisaris Tk. I Soemarto, yang ketika itu
menjabat wakil Kepala Kepolisian Negara, mempunyai inisiatif agar Pasukan
Polisi Istimewa diubah namanya menjadi Mobile Brigade. Hal ini dilakukan dengan
pertimbangan agar menjadi Kesatuan Pasukan yang berdisiplin tinggi, kompak,
loyal, penuh dedikasi dan mampu bergerak secara cepat dan dinamis. Pada tanggal
17 September 1946, Kepala Kepolisian Republik Indonesia, RS. Soekanto
Tjokrodiatmodjo, memberi kuasa kepada Komisaris Polisi M. Jasin untuk melakukan
berbagai usaha persiapan pembentukan Mobile Brigade. Berdasarkan Surat Perintah
Kepala Muda Kepolisian No. Pol: 12/78/91, menyatakan bahwa sejak tanggal 14
Nopember 1946, secara de jure (resmi) Mobile Brigade lahir, sebagai wujud
penghargaan pimpinan kepada para pejuang dari anggota Polisi Pasukan Istimewa
yang telah gugur sejak 14 November 1945.
Setelah
pembentukan Mobrig tanggal 14 Nopember 1946, di setiap karesidenan kemudian
dibentuk Mobile Brigade Karesidenan (MBK) berkekuatan satu kompi, dengan jumlah
personel kurang lebih 100 orang dan dipimpin oleh seorang komandan kompi dengan
pangkat Inspektur Polisi Tk.I dan Inspektur Polisi Tk.II. Dimana persenjataan
yang digunakan antara lain berupa US Carabine, mitralyur, pistol dan lain-lain.
Kedudukan MBK berada di ibu kota karesidenan. Administrasi organisasi dan
taktis operasionalnya berada di bawah kepala polisi karesidenan. Sebagai
organisasi baru dan sedang berkembang, Mobile Brigade terlibat secara aktif
melawan agresi Belanda pertama dan kedua yang terjadi di Yogyakarta, dari 1947
sampai 1949.
Pada
periode ini 1951-1971, Mobile Brigade terlibat dalam usaha menumpas berbagai
pemberontakan yang terjadi, termasuk yang dipimpin oleh Kapten Aziz di Sulawesi
selatan dan gerakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia di Jawa Barat yang
dipimpin oleh Kartosuwirjo. Di Aceh, pemberontakan dipimpin oleh Daud Beureueh
dan di Sulawesi Selatan dipimpin oleh Kahar Muzakar. Setelah tahun 1950,
barulah tersusun suatu organisasi yang mendekati kesempurnaan, walaupun
sifatnya hanyalah untuk koordinasi antar Rayon Mobrig saja. Pada tingkat
karesidenan, MBK diubah menjadi Rayon Mobrig dan MBB (provinsi) menjadi kompi
reserve (cadangan). Selain itu, di tingkat pusat dibentuk Inspeksi Mobile
Brigade Pusat yang berkedudukan di Purwokerto dengan tugas membantu Kepala
Djawatan Kepolisian Negara mengenai seluk beluk yang berhubungan dengan Mobrig.
Di
tingkat daerah (provinsi), dibentuk koordinator dan Inspektur Mobile Brigade
yang berkewajiban mengurusi Pasukan Mobrig yang berada di daerah dan
berkedudukan di kota-kota provinsi. Sebagai kelanjutan dari perubahan tersebut,
maka pada tahun 1951 dibentuklah kompi-kompi di setiap kabupaten. Dengan surat
Keputusan Departemen Kepolisian Negara No. Pol. : 13/MB/1959, tanggal 25 April
1959, maka Kesatuan Mobrig yang semula berbentuk kompi-kompi diubah susunannya
menjadi tingkat batalyon. Koordinator Mobile Brigade Daerah juga diubah menjadi
Komandemen Daerah serta Koordinator Mobile Brigade Djawatan. Kepolisian Negara
diubah menjadi Komandemen Mobile Brigade Pusat, yang kemudian diubah lagi
menjadi Komandemen Mobrig Pusat ( Komobpu).
Pada
hari ulang tahun Mobrig ke 16, tanggal 14 Nopember 1961, Menteri Kepala
Kepolisian Negara mengeluarkan surat order (perintah) Y.M No. Pol. : 23/61
tanggal 12 Agustus 1961 yang berisi penetapan hari ulang tahun Mobrig ke 16
yang akan dilaksanakan dengan Irup Presiden RI Ir. Soekarno. Sekaligus pada
waktu itu, presiden atas nama pemerintah akan memberikan penghargaan yaitu
”NUGRAHA CAKANTI YANA UTAMA” atas pengabdian dan kesetiaan Mobile Brigade dalam
mempertahankan kemerdekaan dan menumpas pemberontakan yang merupakan
penghargaan tertinggi kala itu. Bersamaan dengan itu pulalah diresmikan
perubahan nama dari Mobile Brigade menjadi Brigade Mobile oleh Presiden
Republik Indonesia, Ir. Soekarno.
Komentar
Posting Komentar