Annisa Fitri R. - Gedung dan Ruang Kelas STOVIA


Saya akan menceritakan pengalaman saya saat mengunjungi Museum Kebangkitan Nasional dalam rangka memenuhi tugas pelajaran Sejarah Indonesia. Museum Kebangkitan Nasional berada di Jalan Dr. Abdul Rahman Saleh No.26 Jakarta Pusat. Lokasi tersebut berada di pusat kota, berdekatan dengan Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto, Mall Atrium Senen, Terminal Senen, Stasiun Senen dan Monumen Nasional. Masyarakat yang akan berkunjung ke Museum Kebangkitan Nasional bisa menggunakan angkutan umum yang menuju arah Senen atau Gambir. Museum Kebangkitan Nasional memberikan informasi kepada masyarakat tentang sejarah pergerakan nasional yang dimulai sejak kedatangan pedagang Belanda di nusantara sampai dengan berdirinya Perkumpulan Kepemudaan Tri Koro Dharmo pada 1915. Pada hari Selasa-Minggu, museum ini buka pada pukul 07.30-16.00 WIB. Pada hari Jumat, museum ini buka pada pukul 07.30-16.30 WIB. Pada hari Senin dan hari libur nasional, museum ini tutup. Untuk masuk ke museum ini harus membayar uang sebesar Rp. 2.000 untuk dewasa dan Rp. 1.000 untuk anak-anak.

Sejarah singkat mengenai gedung Museum Kebangkitan Nasional, gedung ini menempati sebuah komplek bangunan bersejarah yang dibangun pada tahun 1899. Bangunan tersebut pada awalnya diperuntukkan sebagai gedung sekolah dan asrama School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA) atau Sekolah Dokter Bumiputra. STOVIA merupakan penyempurnaan dari sistem pendidikan kedokteran Sekolah Dokter Jawa yang didirikan pada tahun 1851 di Rumah Sakit Militer Weltevreden (sekarang Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto). Lulusan Sekolah Dasar Jawa menyandang gelar Dokter Jawa dan dipekerjakan sebagai mantri cacar atau pembantu dokter di rumah sakit.

Sekolah Dokter Jawa menempati salah satu bangunan yang ada dalam rumah sakit militer, karena pengajarnya merangkap sebagai dokter di rumah sakit tersebut. Aktivitas pendidikan dan asrama Sekolah Dokter Jawa yang berlangsung setiap hari dinilai mengganggu kenyamanan rumah sakit, karena itu dewan pengajar memutuskan untuk memindahkannya dari lingkungan rumah sakit militer Weltevreden.

Tahun 1899 Direktur Sekolah Dokter Jawa Dokter H.F. Roll, mulai melaksanakan pembangunan gedung baru di samping rumah sakit militer. Kegiatan pembangunan gedung sempat terhenti karena kekurangan biaya, karena itu Dokter H.F. Roll berjuang keras mengumpulkan dana untuk membiayai pembangunan gedung tersebut. Berkat bantuan pengusaha perkebunan dari Deli, pembangunan gedung dan asrama pelajar kedokteran dapat diselesaikan pada bulan September 1901.

Tanggal 1 Maret 1902 gedung tersebut secara resmi digunakan untuk pendidikan kedokteran dan asrama yang dilengkapi dengan berbagai macam fasilitas yang dibutuhkan oleh penghuninya. Gedung baru tersebut menjadi tempat belajar dan tempat tinggal yang menyenangkan, karena lingkungan sekitar gedung sangat asri diselingi taman-taman yang indah.

Pemanfaatan gedung baru menandai terjadinya perubahan dalam sistem pendidikan kedokteran di Hindia Belanda, Sekolah Dokter Jawa diganti menjadi STOVIA dengan masa pendidikan 9 tahun. Kurikulum pendidikan di STOVIA disesuaikan dengan School Voor Officieren van gezondeid di Utrech, sehingga lulusan STOVIA diharapkan sama dengan lulusan sekolah serupa di Eropa.

Pelajar STOVIA yang sudah menyelesaikan pendidikannya mendapatkan gelar Inlandsch Arts atau dokter bumiputra. Mereka diangkat menjadi pegawai pemerintah dan ditempatkan di daerah-daerah terpencil untuk mengatasi berbagai macam penyakit menular. Dokter-dokter muda ini akan dibekali dengan tas kulit yang berisi alat-alat kedokteran dan uang saku untuk perjalanan menuju lokasi tugas.

STOVIA menjadi lembaga pendidikan pertama yang menjadi tempat berkumpulnya para pelajar dari berbagai wilayah, karena pemerintah memberi kesempatan yang sama untuk menjadi pelajar STOVIA kepada semua anak bumiputera yang memenuhi syarat. Pelajar STOVIA umumnya memiliki kecerdasan yang cukup tinggi, karena persyaratan untuk masuk menjadi pelajar STOVIA harus melalui proses yang ketat dan selektif.

Anak-anak yang sudah diterima menjadi pelajar STOVIA harus tinggal dalam asrama yang dipimpin oleh seorang pegawai Indo-Belanda yang disebut dengan suppoost. Interaksi yang terjadi dalam kehidupan asrama STOVIA menjadi media untuk mempelajari adat istiadat suku bangsa lain, sehingga tercipta suasana saling memahami perbedaan kehidupan sosial dan kebudayaan. Rasa persaudaraan antar penghuni asrama sudah mulai lahir, mereka sudah tidak lagi memperdulikan perbedaan etnis, budaya atau agama.

Seiring dengan perkembangan zaman gedung STOVIA dianggap tidak representatif lagi untuk dijadikan sebagai tempat pendidikan dokter, karena itu pemerintah Hindia Belanda membangun gedung baru di Salemba yang bernama Centrale Burgerlijke Ziekeninrichting (sekarang menjadi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo). Gedung tersebut menjadi tempat pendidikan kedokteran merangkap rumah sakit, peralatan kedokteran yang ada di dalamnya sama dengan yang ada di Eropa.

Mulai bulan Juli 1920 kegiatan pendidikan STOVIA pindah ke gedung baru di Salemba, ruang-ruang kelas yang ada dimanfaatkan sebagai tempat belajar Sekolah Asisten Apoteker. Pelajar STOVIA diberikan kebebasan untuk memilih tempat tinggal di asrama STOVIA atau kos di rumah penduduk yang ada di daerah sekitar Salemba.

Tahun 1926 gedung STOVIA tidak lagi dimanfaatkan untuk kegiatan pendidikan, semua aktivitas pendidikan kedokteran dipindahkan ke Salemba termasuk asrama para pelajarnya. Pemerintah kolonial Hindia Belanda kemudian memanfaatkan gedung STOVIA sebagai tempat pendidikan sekolah Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) yang berarti pendidikan dasar lebih luas atau setara dengan SMP di masa sekarang.

Gedung STOVIA menjadi salah satu tempat bersejarah karena menjadi tempat lahir dan berkembangnya kesadaran nasional sebagai satu bangsa. Gedung STOVIA juga menjadi tempat didirikannya perkumpulan pergerakan modern pertama Boedi Oetomo yang mampu mengubah bentuk perjuangan yang semua mengandalkan kekuatan fisik, diganti dengan perjuangan dengan kekuatan pemikiran.

Mengingat banyaknya peristiwa-peristiwa sejarah penting terjadi dalam gedung STOVIA, pemerintah daerah DKI Jakarta sejak tahun 1970 sudah berencana untuk mengembalikan kondisi gedung seperti bentuk aslinya. Rencana tersebut tidak bisa segera direalisasikan, karena gedung STOVIA sudah dijadikan sebagai tempat hunian masyarakat Ambon bekas tentara KNIL Belanda. Kegiatan pemugaran gedung STOVIA bisa dilaksanakan setelah masyarakat yang tinggal di dalamnya dipindahkan oleh pemerintah ke komplek perumahan di daerah Cengkareng – Jakarta Barat.

Pada April 1973 pemugaran gedung STOVIA mulai dilakukan oleh Dinas Sejarah dan Museum DKI Jakarta. Kondisi dan bentuk bangunan dikembalikan ke bentuk semula, sehingga masyarakat bisa melihat dan merasakan suasana gedung STOVIA seperti pada saat masih digunakan untuk mendidik calon dokter. Kegiatan pemugaran gedung STOVIA melibatkan para ahli dari berbagai disiplin ilmu seperti arkeologi, sejarah dan arsitektur.

Peresmian kembali penggunaan gedung STOVIA sebagai tempat kegiatan para pemuda dilaksanakan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 20 Mei 1974, bersamaan dengan kegiatan Hari Kebangkitan Nasional. Gedung STOVIA diubah namanya menjadi Gedung Kebangkitan Nasional, yang pengelolanya diserahkan kepada pemerintah DKI Jakarta.

Pada 27 September 1982 pemerintah DKI Jakarta menyerahkan pengelolaan Gedung Kebangkitan Nasional kepada pemerintah pusat, karena menjadi tempat terjadinya peristiwa-peristiwa sejarah penting dan memiliki pengaruh besar dalam Sejarah Nasional Indonesia. Pada tanggal 12 Desember 1983 pemerintah melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan Surat Keputusan No. 0578/U/1983 tentang Penetapan Bangunan Bersejarah Gedung Kebangkitan Nasional sebagai Cagar Budaya.

Menurut saya terdapat satu diorama yang menarik di Museum Kebangkitan Nasional, yaitu ruang kelas STOVIA. Kurikulum pendidikan STOVIA disamakan dengan kurikulum yang berlaku di Eropa, karena itu syarat utama untuk masuknya harus lulus dari Sekolah Rendah Eropa (Eurepesche Lagere School) dan lulus ujian berhitung. Pelajar STOVIA harus menguasai Bahasa Belanda, karena menjadi bahasa pengantar dalam kegiatan pembelajaran dan bahasa komunikasi di asrama. Pelajar yang berhasil menyelesaikan pendidikan, akan mendapatkan gelar Inlandsche Arts dan diangkat menjadi dokter pemerintah.

Pelajar STOVIA tinggal dalam asrama yang menerapkan peraturan dan disiplin ketat. Pada pukul 07.00 pelajar harus sudah berada dalam ruang kelas untuk mengikuti kegiatan pembelajaran, yang berlangsung sampai pukul 12.30. Kegiatan belajar mengajar berlangsung selama 50 menit untuk setiap mata pelajaran. Setiap pergantian waktu belajar, pelajar diberi waktu istirahat 10 menit untuk mempersiapkan materi pelajaran berikutnya. Waktu istirahat dimanfaatkan juga untuk ke kamar kecil, karena selama kegiatan belajar mengajar berlangsung, pelajar tidak diizinkan ke luar kelas.

Pada pukul 20.00-22.00 pelajar kembali memasuki ruang kelas untuk belajar bersama dibawah pengawasan guru pendamping. Kesempatan ini dimanfaatkan untuk mendiskusikan materi pelajaran yang belum dipahami, sehingga setiap pelajar harus memahami semua materi pelajaran yang sudah diajarkan.

Ujian dilakukan secara lisan dan tertulis, rentang nilai yang diberikan oleh pengajar dari 1 sampai dengan 10. Nilai dibawah 5 dianggap nilai mati yang menyebabkan seorang pelajar tidak naik tingkat. Pelajar yang mendapatkan nilai mati pada masa persiapan (tingkat I dan tingkat II) akan dikeluarkan, sedangkan pelajar tingkat III sampai dengan tingkat IX yang mendapatkan nilai mati hanya diberikan kesempatan satu kali mengulang di kelas yang sama. Peraturan inilah yang menjadi penyebab jumlah pelajar di masing-masing kelas jumlahnya akan terus menurun.

Banyak hal yang dapat kita pelajari dari museum tersebut. Oleh karena itu, peristiwa organisasi pergerakan kemerdekaan Indonesia mengajarkan kita bahwa betapa pentingnya pendidikan untuk masa depan. Sehingga melahirkan rasa nasionalisme yang tinggi untuk kemerdekaan Indonesia.



Komentar

Postingan Populer